Hingga kini, notebook masih menjadi tulang punggung bisnis Asus di Tanah Air. Namun melongok ke belakang, Asus pernah popular di pasar smartphone. Lewat seri ZenFone 2 yang laris manis, vendor asal Taipe ini dengan cepat merangsek ke deretan elit.
Mampu menjual lima juta unit smartphone pada 2015, sukses mengantarkan Asus ke posisi puncak. Dengan pangsa pasar sebesar 21,9% di Q4-2015, Asus sukses mengungguli Samsung di tempat kedua (19,7%).
Tentu saja, ini adalah prestasi yang terbilang mengejutkan. Bahkan petinggi Asus pun terkaget-kaget dengan pencapaian tersebut, mengingat mereka bukan brand global yang tak sebesar pemain lain, seperti Samsung, Apple dan vendor-vendor China.
Sayangnya, di tahun selanjutnya Asus kehilangan market share yang cukup besar. Catatan IDC, posisi Asus mulai anjlok pada kuartal ketiga 2016. Samsung kembali ke puncak (32,2%), disusul Oppo (16,7%), Asus (8,2%), Advan (6%), Andromax Smartfren dan Lenovo (5,7%), serta merek lainnya.
Keterlambatan Asus memenuhi aturan TKDN, dan penggunaan prosesor Atom milik Intel yang dituding cepat panas, menjadi penyebab utama penurunan itu.
Momentum Asus yang tak berlanjut tentu saja mengecewakan. Padahal perusahaan sebelumnya telah bertekad untuk mempertahankan posisi sebagai vendor smartphone nomor dua di Indonesia.
Alih-alih mengejar Samsung dan Oppo, performa Asus malah semakin menurun. Puncaknya, pada kuartal ketiga 2017, Asus terpental dari posisi lima besar.
Kegagalan Asus mempertahankan posisi dalam daftar elit, tak pelak menjadi tantangan bagi brand yang juga produsen desktop dan notebook terkemuka ini.
Untuk bisa bertahan, Asus mengubah orientasi. Perusahaan tak lagi bermain di segmen entry level, sehingga urusan market share bukan lagi prioritas. Vendor yang terkenal dengan slogan “In Search of Incredible” itu, kini lebih mengandalkan produk di segmen mid to high end yang menawarkan margin keuntungan lebih tinggi.
Asus juga membangun positioning baru sebagai vendor terkemuka untuk pasar smartphone gaming. Pertimbangannya, selain semakin popular di kalangan pengguna, terutama milenial, vendor yang bermain di segmen ini juga tidak banyak. Sehingga peluang Asus menjadi pemimpin pasar smartphone gaming sangat terbuka.
Baca Juga: Asus Zenfone Live L1, Ponsel Android GO Pertama Siap Sambangi Indonesia
Selain Advan, brand lokal yang pernah menjadi pilihan masyarakat adalah Evercoss. Periode 2012 – 2015 bisa disebut sebagai tahunnya Evercoss. Merek lokal ini sukses bertransformasi dari feature phone ke smartphone.
Pencapaian tersebut ditandai dengan kokohnya Evercoss di posisi elit meski terus digempur para pesaing. Merujuk pada hasil riset Counterpoint, Samsung menguasai 32,9% pasar smartphone Indonesia di Q1-2015, naik dari sebelumnya yang ‘cuma’ 26,4%.
Di posisi runner-up Evercoss dengan 13,1%, turun tipis dibandingkan pada Q4-2014 yang sempat mencetak market share 13,4%.
Meski demikian, Evercoss sukses melewati Andromax yang tergeser ke posisi ketiga dengan 12,8%, Advan di posisi empat (7,1%) dan Oppo (6,1%) yang melengkapi daftar lima besar.
Sementara untuk pasar gabungan di periode itu (feature phone dan smartphone), Samsung tetap menduduki posisi puncak dengan 21,2%. Evercoss pun masih nyaman di posisi kedua dengan 18,2%, kemudian disusul Nokia/Microsoft (10,9%), Mito (8,5%) dan Smartfren (6,7%).
Dengan pencapaian yang terbilang stabil, Evercoss pun yakin bisa lebih bertaji di pasar domestik. Alhasil, brand yang dulu mengusung nama Cross ini bahkan sempat mematok target cukup tinggi pada 2016, yakni 20%.
Ambisi dan target sejatinya merupakan hal biasa bagi perusahaan. Apalagi di era peralihan dari 2G ke 3G, Evercoss menjadi salah satu brand yang popular di Indonesia.
Pun demikian, untuk mencapai target yang tergolong ambisius itu tentu dibutuhkan strategi jitu. Faktanya, sejak pencapaian terbaiknya di 2016, nama Evercoss bahkan tak terlihat bertengger di posisi lima besar.
Baca Juga: Top 5 Indonesia Q1-2022, IDC Sebut Pasar Smartphone Anjlok
Seperti halnya Advan, persoalan yang sama juga mendera Evercoss. Tanpa dukunga pemerintah, brand lokal semakin terpinggirkan karena kehabisan nafas bersaing dengan merek-merek global. Apa boleh buat, smartphone besutan vendor-vendor China kini semakin digdaya di pasar smartphone Indonesia.
This website uses cookies.