Di banyak negara, ZTE diuntungkan dengan strategi close market. Lewat kerjasama dengan operator, handset ZTE menjadi bagian dari pola berlangganan. Sehingga ZTE tak perlu keluar “keringat” banyak, terutama dari sisi pemasaran.
Namun kondisinya berbeda dengan Indonesia yang menerapkan model open market. Pola ini membuat vendor handset tak terkait langsung dengan penjualan.
Tak ada cantolan sama sekali dengan operator untuk kerjasama dalam jangka panjang, membuat pemilik merek tak bisa surut langkah demi memperebutkan market share. Ibaratnya meleng sedikit, pesaing akan mengambil keuntungan.
Dengan mekanisme pasar bebas, kompetisi menjadi sangat ketat. Memaksa setiap pemain untuk rajin berinovasi, membenahi channel distribusi, meluncurkan varian terbaru dan terus menerus melakukan brand activation, jika tak ingin terkubur dari persaingan.
Meski masih prospekif, namun pasar ponsel Indonesia terbilang mirip fatamorgana. Kompetisi yang keras menjadikan medan persaingan layaknya zero sum game. Keuntungan bagi satu pemain bisa jadi merupakan kerugian bagi pemain lain.
Faktanya, sejak lebih dari satu dekade terakhir, sudah banyak pemain yang gulung tikar. Sebut saja Lenovo, Coolpad, Hisense, Honor, Meizu, Blackberry, Gionee, OnePlus, dan LG.
Nasib yang sama juga menimpa brand lokal, seperti Nexian, HiMax, Mito, IMO, Andromax, Mixcon, Taxco, dan lainnya.
Semuanya sudah tutup usia digilas para pesaing yang muncul bagai air bah. Kecuali Advan, merek-merek lokal lainnya timbul tenggelam, seperti Evecoss dan Polytron.
Satu nama besar yang masih bertahan adalah Nokia. Nyaris terkubur dari persaingan, Nokia kembali bangkit melalui smartphone berbasis Android. Walaupun pengelola merek kini sudah berpindah ke HMD Global.
Jika ada yang boncos, tentu ada yang sukses. Untuk diketahui, sejak beberapa tahun terakhir, pasar semakin terfragmentasi, di mana lima pemain teratas terus mendominasi. Mereka adalah Oppo, Vivo, Samsung, Realme, dan Xiaomi.
Menurut laporan IDC, Top 5 vendor smartphone di Indonesia pada Q1-2022 adalah Samsung (23,3%), OPPO (20,2%), Vivo (17,1%), Xiaomi (14,6%), dan Realme (12,3%).
Kokohnya lima vendor tersebut, menjadikan brand-brand lain yang masih bertahan, seperti Asus, Tecno, Infinix, dan Itel, hanya menjadi challenger belaka.
Suka tak suka, merek-merek asal China kini semakin berotot di Indonesia. Faktanya, hanya brand-brand yang memiliki nafas kuda yang mampu bertahan dan memenangkan persaingan.
Baca juga: ZTE Pamerkan Lebih Banyak Penggunaan 5G di XL Axiata Technology Days
This website uses cookies.